KEJAYAAN peradaban suatu bangsa bisa maju dan mundur. Dalam alur sejarah, pudarnya peradaban bangsa terjadi karena pengingkaran esensi ketuhanan dan ketidakmampuan beradaptasi dengan perubahan teknologi yang biasa disebut inovasi.
Inovasi kini menjadi kata kunci kemajuan bangsa. Bukti inovasi memiliki efek kemajuan dijumpai di beberapa negara maju. Pekan lalu kami berkesempatan mendampingi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berkunjung ke Amerika Serikat (AS). Tujuan utamanya, melihat langsung inovasi terkini di pusat teknologi Negeri Paman Sam. Ada beberapa perusahaan dan kampus terkemuka yang dikunjungi. Antara lain Silicon Valley, Google, Facebook, Universitas Stanford, Universitas Berkeley, dan Intel.
Perjalanan ke AS merupakan bagian dari misi besar Ibu Risma, yang ingin mewujudkan Kota Surabaya sebagai pusat ekonomi digital dengan memberdayakan anak-anak muda untuk melakukan start-up business yang ditunjang sistem teknologi informasi (TI) berbasis internet. Terobosan inovatif itu sengaja dilakukan untuk kemajuan kota.
Seperti diketahui, Ibu Risma selama ini telah ikut berperan sukses memberdayakan penduduk Kota Surabaya, terutama ibu-ibu kampung, dengan pembangunan ekonomi melalui program kampung tematik. Juga, terbukti upayanya itu telah mendapat banyak penghargaan dari dalam dan luar negeri.
Ibu Risma tampaknya menyadari bahwa kemajuan kota sama saja dengan kemajuan bangsa. Dan setiap kemajuan selalu dimulai dari inovasi. Dalam hal ini, Pemkot Surabaya merasa perlu menggandeng berbagai ahli, praktisi, dan kalangan akademisi, termasuk dari ITS Surabaya, untuk mengembangkan Surabaya sebagai kota start-up digital layaknya Silicon Valley, San Francisco, di AS.
Belajar dari para pelaku ekonomi digital dunia, baik kalangan bisnis maupun akademisi di AS, benar-benar membuka mata bahwa American dream is not just a dream. Impian AS bukan sekadar impian. Mereka juga berusaha mengejarnya agar menjadi kenyataan walaupun dengan imajinasi yang kadang dianggap tak terjangkau. Mereka tidak saja bicara dalam dimensi air, tanah, dan udara. Mereka juga bicara soal bisnis luar angkasa! Itulah sisi lain inovasi.
Bukan hanya itu, dalam kunjungan tersebut kami juga menyempatkan diri melihat langsung sejarah perkembangan komputer di Museum Komputer AS. Mungkin itu museum komputer terlengkap di dunia. Sebab, semua komputer yang pernah dibuat di dunia sejak pertama kali dikembangkan pada 1945-an, saat terjadi Perang Dunia, sampai saat ini ada.
Yang menarik, menurut sejarahnya, komputer awalnya diciptakan untuk tujuan perang, yaitu menghitung trajektori atau lintasan rudal yang diluncurkan agar tepat sasaran. Berapa sudut tembak dan kecepatan yang harus diset saat rudal akan diluncurkan, menghitungnya biasanya memerlukan waktu cukup lama.
Dengan peralatan komputer sederhana, menghitungnya bisa lebih cepat sehingga rudal dapat secara akurat diluncurkan dan mengenai target. Sukses dengan sistem terobosan itu, beberapa ilmuwan mencoba untuk mengembangkannya ke dunia bisnis dan industri hingga dunia pendidikan. Tentunya dimaksudkan agar proses bisnis lebih cepat apabila dibantu mesin penghitung yang mampu mengolah data dengan lebih banyak, cepat, dan akurat.
Inovasi sistem komputer kini terus berlangsung dan berkembang seiring kebutuhan yang terus tumbuh. Orang AS bilang, necessity is the mother of invention. Kebutuhan adalah ibu dari penemuan. Maka, sejak itu lahirlah temuan-temuan baru yang kalau melihat bentuknya saat ini tampak sangat aneh.
Misalnya, untuk sampai ke teknologi televisi seperti yang kita lihat sekarang, mereka harus memulainya dengan membuat bulatan gelas seperti bola lampu yang di salah satu bagiannya dicat metalik mengkilat agar mampu merefleksikan gambar yang akan ditampilkan. Pemantulannya memerlukan panjang alat kurang lebih 80 cm. Aneh, kan? Justru siapa sangka hal itu kini menjadi sesuatu yang luar biasa, yaitu menjadi TV layar datar dengan kualitas gambar yang sangat tajam dan detail.
Ada satu hal lagi hal yang menarik untuk diperhatikan. Hampir semua peralatan canggih saat ini memerlukan sistem komputer di dalamnya. Mungkin di antara kita juga tidak sadar bahwa mobil modern yang dipakai saat ini ternyata menggunakan tidak kurang dari 300 sistem komputer di dalamnya! Artinya, tiada peralatan elektronik, otomotif, maupun lainnya yang tanpa sistem komputer di dalamnya saat ini.
AS sangat bangga bahwa hampir semua produk elektronik dan komputer berawal dari kepiawaian bangsanya. Mereka merasa selalu menjadi pelopor dalam pengembangan teknologi itu, sebut saja radio, televisi, komputer, dan produk-produk elektronik lain. Namun, secara perlahan tapi pasti Amerika juga mulai menyadari bahwa kebanggaan sebagai sebagai pelopor saja tidak cukup. Mereka harus berusaha mempertahankannya.
Fakta membuktikan bahwa diam-diam bangsa lain memanfaatkan hasil temuan mereka, mengembangkannya lagi, kemudian justru merekalah yang menguasai pasar pada akhirnya. Produk-produk audiovisual dan komputer yang menguasai pasaran saat ini bukanlah buatan AS lagi. Bahkan, di Museum Komputer di California itu pun, saya lihat, display elektronik digital yang digunakan adalah produk Korea. Karena itulah, pemandu kami yang juga salah satu orang penting di Google mengatakan bahwa mereka harus terus berinovasi. Sebab, kalau tidak, mereka akan menjadi bangsa yang tertinggal walaupun dulu merekalah yang merintis teknologinya.
Dari kisah perjalanan tersebut, ada pelajaran penting bagi bangsa kita. Yakni, perlunya kita semua untuk berani berinovasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Rasanya memang tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini bila kita mau berinovasi, berinovasi, dan berinovasi. (*)
*Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Sumber: http://www.jawapos.com/read/2017/02/22/111554/inovasi-teknologi-solusi-bangsa
Tahun 2023, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) Indonesia memberi target ITS untuk masuk ke jajaran universitas
ITS International Office will once again hold the annual Community and Technological Camp-abbreviated as ”CommTECH” for the seventh time
Saya turun menuju kendaraan dinas yang sudah menunggu di pelataran gedung Rektorat. Segera rasa sepi menyergap, suasana tampak lenggang,