Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah meleburkan batas antar negara di lingkup ASEAN. Menghadapi hal ini, sinergisitas antar pemuda di kawasan Asia Tenggara dirasa sangat penting. Menjadi salah satu bagian dari kata pemuda tersebut, Muhammad Ridha Tantowi, Mahasiswa Departemen Arsitektur ITS, berkesempatan menjadi delegasi ITS dan Indonesia dalam ASEAN in Today’s World (AsTW) di Vietnam Maret lalu.
AsTW sendiri adalah program belajar skala internasional (short course) yang berfokus pada berbagai masalah di 10 negara anggota ASEAN dan Jepang sebagai representasi Asia Timur. Program beasiswa buah kerja sama antara Kyushu University (KU) dan Vietnam National University (VNU) ini berlangsung selama dua minggu di Hanoi, Ibu Kota Vietnam.
Dikatakan Owi, sapaan akrabnya, selama program tersebut ia memperoleh banyak sekali pengalaman baru. Salah satunya adalah mencicipi bagaimana bangku kuliah di luar negeri. Dalam program itu, mahasiswa asal Kalimantan Selatan ini, mengambil mata kuliah Food and Environmental Issues in Asia dan Bahasa Vietnam.
Mata kuliah Food and Environmental Issues in Asia dipilih lantaran Owi merasa topik tersebut adalah yang paling sesuai dengan materi perkuliahanya di Departemen Arsitektur. “Sehingga belajarnya tidak jauh berbeda ketika di ITS,” ujarnya.
Selain itu, ia juga memilih mata kuliah Bahasa Vietnam karena menurutnya Bahasa Vietnam akan sangat berguna ketika ia ingin berkomunikasi dengan penduduk lokal.
Ada berbagai cerita menarik selama Owi menjalani program tersebut. Menganggap Vietnam sebagai negara tetangga yang sepertinya tidak akan jauh berbeda dengan Indonesia, Owi hanya mempersiapkan hal seadanya.
Ia bahkan lupa tidak membawa baju hangat padahal suhu udara di Vietnam saat itu mencapai 10 derajat celcius. “Beruntung masih ada teman dari Vietnam yang mau meminjamkan bajunya,” ungkap anak keenam dari tujuh bersaudara ini.
Perbedaan sangat dirasakan Owi ketika mengikuti perkuliahan. Rekan sesama delegasinya sangat antusias terhadap setiap materi yang diberikan. Berbeda dengan di Indonesia yang mahasiswanya masih sering malu untuk bertanya, rekan-rekannya di AsTW 2017 justru sebaliknya.
”Ketika perkuliahan usai, mereka tidak langsung kembali, namun mendiskusikan hal-hal yang belum mereka pahami dengan dosen dan teman-teman mereka,” ceritanya.
Selain kuliah, di sana Owi juga berkesempatan mengunjungi berbagai lokasi wisata dan cagar budaya di Vietnam. Seperti Ha Long Bay, Museum of Ethnology Vietnam, Old Quarter di Hanoi dan berbagai wisata budaya dan religi. Soal budaya, lanjutnya, Vietnam tidak jauh berbeda dengan Indonesia, hanya saja pengelolaannya yang berbeda.
“Setiap ciri khas dan keunikan di Vietnam diatur sedemikian rupa oleh Pemerintah Vietnam hingga bernilai jual tinggi, dan peran serta masyarakatnya juga patut diapresiasi,” paparnya.
Selain berbagai pengalaman, tentu saja program pertukaran mahasiswa selalu memberikan teman baru kepada setiap pesertanya. Tidak hanya dari Indonesia, peserta program tersebut berasal dari berbagai negara seperti Thailand, Malaysia, Filipina, Myanmar, Jepang, juga Vietnam. “Total ada 30 peserta dari luar Vietnam dan 3 Peserta dari VNU,” ungkapnya.
Bersama teman barunya, mahasiswa semester enam ini juga berdiskusi tentang berbagai masalah yang dihadapi di masing-masing negara asal mereka dan berusaha memberikan solusi atas permasalahan tersebut.
Diakui Owi, diskusi yang dilakukan banyak memberikan ilmu dan cara berpikir yang baru pada dirinya. “Bagaimana kita harus bisa melihat satu masalah dari berbagai perspektif, tanpa menyudutkan, melainkan membangun,” katanya.
Melalui program tersebut juga, Owi menyadari bahwa saat ini sangat diperlukan peran pemuda dalam membangun negaranya. Kemampuan komunikasi dan jejaring mutlak dibutuhkan agar kita dapat mewujudkan masyarakat ASEAN yang kuat dan bersinergi.
“Terlebih saya menyadari bahwa tantangan MEA itu nyata. Setidaknya inilah sedikit usaha saya untuk nantinya siap menghadapi tantangan tersebut,” pungkasnya. (odi/mis)
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali unjuk gigi soal prestasi di ajang bergengsi. Kini, giliran bidang keilmiahan yang naik
Mendesain bangunan ramah lingkungan (eco-house) di atas tanah reklamasi memberikan tantangan tersendiri. Kekokohan bangunan dan dampak ekologi harus benar-benar
Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tak pernah lelah menuai prestasi. Kali ini, kepada ITS Online, Adven Firman