Mendesain bangunan ramah lingkungan (eco-house) di atas tanah reklamasi memberikan tantangan tersendiri. Kekokohan bangunan dan dampak ekologi harus benar-benar diperhatikan. Kendati demikian, tim mahasiswa dari Departemen Teknik Infrastruktur Sipil (DTIS), Fakultas Vokasi ITS, berhasil mendesain hunian eco-house dan menyabet juara dua dalam Ecohouse Design Competition di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada Rabu (10/5).
Kompetisi rancang bangunan berskala nasional itu menantang mahasiswa untuk mendesain bangunan tingkat tinggi di atas tanah reklamasi di Jakarta. Mahasiswa ITS yang tergabung dalam tim CT-Mutiarakarya itu mendesain apartemen dengan konsep heksagonal (segienam). Bangunan tersebut juga dilengkapi dengan sistem desalinasi air laut untuk memproduksi air bersih serta pengolahan air limbah.
Ketika ditemui ITS Online, Muharom Gani Irwanda, anggota, menjelaskan detil tentang desain bangunan yang ia ciptakan. Karena di bangun di tanah reklamasi, kata Gani, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah pondasinya. Hal ini karena tanah reklamasi masih kritis dan belum padat. “Kami memakai pondasi pile cap yang terdiri dari beberapa tiang pancang dengan kedalaman 30 meter,” jelasnya.
Gani melanjutkan, bangunan yang ia desain mempunyai dua fungsi. Pertama, bangunan yang berada di tengah berbentuk huruf U berfungsi untuk hotel. Sementara yang kedua adalah bangunan apartemen yang terletak di kanan dan kiri hotel.
Apartemen yang diberi nama Graha Mutiara tersebut memiliki bentuk segienam atau heksagonal. Konsep ini, kata Gani, terinspirasi dari sarang lebah yang memiliki luas paling besar dan paling kuat.
“Dengan bentuk segienam, setiap sisi memiliki jendela. Jadi setiap ruangan kebutuhan cahayanya terpenuhi dari jendela tersebut. Sehingga pada siang hari tidak perlu menghidupkan AC atau lampu, karena angin dan cahaya bisa masuk. Itulah eco-house dari kami,” tutur mahasiswa angkatan 2015 tersebut.
Di atas hotel terdapat panel surya sebagai penyuplai energi, helipad, dan green rooftop yg menghadirkan suasana asri untuk menikmati laut atau pantai dari atas ketinggian. “Di tengah hotel ada kolam renang untuk pengunjung hotel. Di kolam renang tersebut disediakan panggung dan tempat untuk bersantai. Bisa digunakan untuk acara-acara hiburan,” paparnya.
Konsep pengairan tak kalah unik. Tim menggunakan konsep dasi, yaitu desalinasi air laut untuk air bersih. Air laut diserap menggunakan pompa, kemudian dimasukkan tempat penampungan sementara untuk kemudian dialirkan ke rumah desalinasi yang mengubah air laut menjadi air bersih. Selanjutnya air tersebut ditampung dalam sebuah kolam besar sebagai penyedia air untuk kebutuhan hotel dan apartemen.
Selain Dasi, apartemen ini juga memiliki konsep pengolahan air limbah. “Sumber utama adalah desalinasi air laut tadi, tapi untuk menunjangnya kami menggunakan air limbah. Jadi air yang sudah dipakai penghuni kita tampung kembali untuk diolah menjadi air bersih,” terang Gani. Dengan konsep otu, bangunan bisa menghemat air bersih. Sehingga tidak terlalu banyak luapan yang terjadi di darat, karena semua aliran air tercover dalam satu siklus.
Gani dan timnya berharap dapat berkarya lagi dan lebih berprestasi ke depannya. Ia juga berharap karyanya dapat direalisasikan di Indonesia. “Kami ingin ada infrastruktur di Indonesia yang mengadopsi teknologi dan gagasan dari kami,” tutupnya. (mbi/mis)
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali unjuk gigi soal prestasi di ajang bergengsi. Kini, giliran bidang keilmiahan yang naik
Mendesain bangunan ramah lingkungan (eco-house) di atas tanah reklamasi memberikan tantangan tersendiri. Kekokohan bangunan dan dampak ekologi harus benar-benar
Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tak pernah lelah menuai prestasi. Kali ini, kepada ITS Online, Adven Firman